Data Inovasi

Innovation is a process by which a domain, a product, or a service is renewed and brought up to date by applying new processes, introducing new techniques, or establishing successful ideas to create new value. The creation of value is a defining characteristic of innovation.

KULTUR JARINGAN

Tahapan Inovasi : Penerapan
Digital : Non Digital
Inisiator Inovasi : OPD
Bentuk Inovasi : Inovasi Pelayanan Publik
Tujuan Inovasi :

Memenuhi kebutuhan benih tanaman hortikultura khususnya pisang di Provinsi Sumatera Utara

Manfaat Inovasi :

1. Penyediaan Bibit Berkualitas dan Seragam

2. Percepatan Produksi Bibit

3. Pemulihan dan Pelestarian Varietas Lokal

4. Efisiensi Lahan dan Waktu

5. Peningkatan Produktivitas 

Hasil Inovasi :

Bibit Pisang dan Kentang

Waktu Uji Coba : 2021-01-04
Waktu Implementasi : 2022-01-03
Rancang Bangun Inovasi :

RANCANG BANGUN

KULTUR JARINGAN

 

 

I.              DASAR HUKUM

1.  Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan

2.  Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 Tentang Perbenihan Tanaman;

3.  Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Utara;

4.  Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 28 Tahun 2023 Tentang Tugas, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

 

II.           PERMASALAHAN MAKRO

 

Pisang dan kentang merupakan dua komoditas hortikultura strategis yang memiliki peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan dan perekonomian daerah di Provinsi Sumatera Utara. Komoditas pisang tersebar luas dan dibudidayakan oleh petani di berbagai kabupaten, seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan Tapanuli Selatan, sedangkan kentang menjadi andalan utama di kawasan dataran tinggi seperti Kabupaten Karo, Dairi, dan Simalungun yang memiliki iklim dan kondisi lahan yang sangat cocok untuk pengembangannya. Permintaan pasar terhadap kedua komoditas ini terus meningkat, baik dalam bentuk konsumsi segar, bahan baku industri, maupun potensi ekspor ke berbagai negara.

Namun, peningkatan produksi pisang dan kentang di Sumatera Utara masih menghadapi sejumlah tantangan serius. Salah satu masalah utama adalah keterbatasan ketersediaan bibit unggul dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat. Petani umumnya masih mengandalkan metode perbanyakan bibit secara konvensional, seperti tunas pada pisang dan umbi pada kentang, yang memiliki berbagai kelemahan seperti rendahnya produktivitas, tidak seragamnya mutu bibit, serta tingginya risiko penyebaran penyakit tular bibit. Hal ini menyebabkan hasil produksi di lapangan seringkali tidak optimal dan berpengaruh terhadap pendapatan petani.

Seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, diperlukan terobosan teknologi dalam penyediaan benih yang berkualitas. Salah satu solusi yang sangat potensial adalah penggunaan teknologi kultur jaringan, yang mampu menghasilkan bibit pisang dan kentang dalam jumlah besar, bermutu tinggi, bebas penyakit, dan seragam. Penerapan teknologi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung modernisasi pertanian serta upaya pelestarian varietas lokal unggulan yang mulai langka. Dengan demikian, pengembangan kultur jaringan menjadi langkah strategis untuk memperkuat sektor hortikultura di Sumatera Utara secara berkelanjutan.

 

MIKRO

 

Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan bibit pisang dan kentang di Provinsi Sumatera Utara adalah:

 

Permasalahan Mikro Bibit Pisang dan Kentang di Sumatera Utara

1.   Ketersediaan Bibit Unggul yang Terbatas
Petani sering mengalami kesulitan memperoleh bibit pisang dan kentang berkualitas secara tepat waktu dan dalam jumlah yang cukup, terutama saat musim tanam tiba.

2.   Tingginya Peredaran Bibit Tidak Bersertifikat
Banyak petani menggunakan bibit dari hasil perbanyakan sendiri atau membeli dari sumber yang tidak jelas asal-usul dan kualitasnya, yang berisiko membawa penyakit.

3.   Bibit Rentan terhadap Penyakit Tular Benih

o   Pada pisang, sering dijumpai bibit yang membawa penyakit layu fusarium dan moko.

o   Pada kentang, bibit sering terinfeksi virus atau penyakit seperti busuk daun dan layu bakteri.
Penyakit-penyakit ini menyebabkan turunnya produktivitas secara signifikan.

4.   Teknologi Perbanyakan Bibit yang Masih Sederhana
Sebagian besar petani masih mengandalkan teknik tradisional seperti tunas alam untuk pisang dan potongan umbi untuk kentang, yang lambat dan tidak efisien.

5.   Kurangnya Akses terhadap Teknologi Kultur Jaringan
Meskipun teknologi kultur jaringan telah tersedia di beberapa UPT dan laboratorium, akses petani terhadap hasil bibit kultur jaringan masih rendah, baik karena keterbatasan distribusi maupun minimnya sosialisasi.

6.   Tidak Seragamnya Mutu dan Ukuran Bibit
Bibit hasil perbanyakan konvensional menunjukkan variasi ukuran dan vigor tanaman, yang menyebabkan ketidakteraturan pertumbuhan dan hasil panen.

7.   Kapasitas Produksi Bibit Lokal Belum Optimal
Unit produksi benih milik pemerintah daerah atau swasta belum mampu memenuhi permintaan bibit secara menyeluruh di seluruh wilayah produksi hortikultura di Sumatera Utara.

8.   Harga Bibit Berkualitas yang Masih Relatif Mahal
Bibit unggul, khususnya hasil kultur jaringan, masih tergolong mahal bagi sebagian petani kecil, sehingga mereka cenderung memilih bibit murah namun berisiko rendah mutu.

 

III.         ISU STRATEGIS GLOBAL

          Pisang

1.   Ancaman Penyakit Global – Fusarium TR4
Fusarium Wilt Tropical Race 4 (TR4) adalah penyakit pisang yang sangat merusak dan sulit dikendalikan. TR4 telah menyebar ke berbagai benua dan mengancam varietas pisang Cavendish yang mendominasi pasar dunia.

2.   Monokultur dan Ketergantungan pada Varietas Tunggal
Sekitar 95% ekspor pisang dunia adalah varietas Cavendish. Ketergantungan ini menjadikan sistem produksi sangat rentan terhadap gangguan biologis dan perubahan iklim.

3.   Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Produksi
Suhu ekstrem, kekeringan, dan banjir yang lebih sering terjadi akibat perubahan iklim berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi pisang, terutama di negara-negara tropis penghasil utama.

4.   Tuntutan Pasar Global terhadap Sertifikasi dan Keberlanjutan
Pasar global (terutama Eropa dan Amerika Utara) menuntut standar keberlanjutan seperti bebas pestisida berlebihan, pekerja yang dilindungi, dan produk bersertifikat. Ini mempengaruhi tata kelola produksi di negara produsen.

5.   Ketimpangan Nilai Tambah dalam Rantai Pasok
Petani pisang di negara berkembang menerima margin rendah dibanding distributor dan pengecer di negara maju. Isu keadilan rantai pasok menjadi perdebatan global.

 

Kentang

1.   Ketahanan Pangan Global
Kentang diakui oleh FAO sebagai komoditas penting dalam menghadapi krisis pangan karena kandungan karbohidratnya tinggi dan kemampuannya tumbuh dalam waktu singkat.

2.   Ketergantungan pada Bibit Bermutu dan Bebas Virus
Produksi kentang sangat tergantung pada bibit sehat. Isu bibit bebas penyakit (terutama virus) menjadi perhatian karena penyebarannya cepat dan sulit dikendalikan.

3.   Perubahan Iklim dan Ketahanan Varietas
Kenaikan suhu dan perubahan curah hujan memengaruhi produktivitas kentang, khususnya di dataran tinggi. Ini menuntut pengembangan varietas yang lebih adaptif terhadap cuaca ekstrem.

4.   Persaingan antara Konsumsi Pangan dan Industri
Permintaan kentang untuk industri (olahan beku, keripik, dll.) meningkat pesat, kadang menggeser prioritas untuk konsumsi langsung masyarakat, khususnya di negara berkembang.

5.   Inovasi Genetik dan Keamanan Hayati
Beberapa negara mulai menggunakan kentang hasil rekayasa genetika (GMO) untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan efisiensi produksi. Namun, isu etika dan penerimaan konsumen masih menjadi tantangan global.

 

NASIONAL

 

     PISANG

1.   Rendahnya Produktivitas dan Kualitas Pisang Lokal
Meskipun Indonesia merupakan salah satu penghasil pisang terbesar dunia, produktivitas rata-rata nasional masih rendah akibat penggunaan bibit tidak unggul dan teknik budidaya yang belum optimal.

2.   Minimnya Standarisasi dan Sertifikasi Bibit Pisang
Peredaran bibit pisang di tingkat petani banyak yang belum bersertifikat, sehingga menimbulkan ketidakterjaminan mutu dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit tanaman seperti Fusarium dan Moko.

3.   Pengelolaan Pascapanen yang Kurang Efisien
Banyak pisang rusak karena penanganan pascapanen yang tidak memadai, menyebabkan kerugian ekonomi dan menurunnya daya saing produk lokal di pasar nasional dan internasional.

4.   Belum Optimalnya Ekspor Pisang Nasional
Potensi ekspor pisang Indonesia masih sangat besar, namun belum tergarap maksimal karena berbagai kendala, termasuk kualitas produk, logistik, dan kontinuitas pasokan.

5.   Belum Terintegrasinya Sentra Produksi dengan Industri Pengolahan
Kurangnya integrasi antara petani pisang dan pelaku industri pengolahan menghambat hilirisasi dan peningkatan nilai tambah pisang secara nasional.

 

KENTANG

1.   Ketergantungan pada Bibit Kentang Impor
Indonesia masih sangat tergantung pada benih kentang impor, khususnya untuk kentang industri. Ini menimbulkan ketergantungan ekonomi dan risiko ketahanan pangan nasional.

2.   Terbatasnya Ketersediaan Benih Bermutu dalam Negeri
Produksi benih kentang lokal masih terbatas dan belum mampu memenuhi kebutuhan petani, terutama dalam hal varietas unggul dan tahan penyakit.

3.   Isu Serangan Penyakit dan Hama yang Tinggi
Kentang sangat rentan terhadap penyakit seperti busuk daun dan virus. Banyak petani mengalami gagal panen karena kurangnya akses terhadap teknologi pengendalian penyakit dan benih sehat.

4.   Tantangan Budidaya di Wilayah Dataran Tinggi
Kentang memerlukan agroklimat khusus (dataran tinggi), sehingga budidayanya terbatas pada wilayah tertentu, sementara tekanan alih fungsi lahan dan perubahan iklim semakin besar.

5.   Persaingan Harga dengan Produk Impor dan Olahan
Produk kentang impor (terutama olahan beku) masih membanjiri pasar domestik dengan harga bersaing, yang menyulitkan petani dan pelaku industri lokal untuk bersaing.

 

LOKAL

 

PISANG

1.   Tingginya Serangan Penyakit Layu Moko dan Fusarium
Banyak sentra pisang di Sumatera Utara, seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Langkat, mengalami penurunan produksi akibat serangan penyakit layu moko dan layu fusarium. Penyakit ini tersebar melalui bibit yang tidak sehat dan sulit diberantas jika sudah menginfeksi lahan.

2.   Penggunaan Bibit Tunas Konvensional yang Tidak Bebas Penyakit
Petani masih menggunakan tunas alami dari tanaman induk sebagai sumber bibit, tanpa proses seleksi dan sertifikasi. Ini menyebabkan rendahnya produktivitas dan tingginya keragaman mutu tanaman.

3.   Belum Meratanya Akses terhadap Bibit Kultur Jaringan
Meskipun ada UPT atau laboratorium kultur jaringan di daerah (seperti di Deli Serdang), distribusi hasil bibit kultur jaringan belum menjangkau seluruh petani di provinsi ini secara optimal.

4.   Kurangnya Pasar Terintegrasi dan Rantai Nilai yang Lemah
Petani pisang kesulitan menjangkau pasar skala besar atau ekspor karena keterbatasan informasi pasar, belum adanya koperasi/kelompok tani yang kuat, serta kurangnya fasilitas pascapanen dan pengolahan.

 

KENTANG

 

1.   Ketergantungan pada Benih Kentang dari Luar Daerah
Petani di sentra kentang seperti Kabupaten Karo, Dairi, dan Simalungun masih mengandalkan benih dari luar provinsi atau bahkan impor, karena produksi benih kentang lokal belum memadai baik dari segi volume maupun kualitas.

2.   Tingginya Serangan Penyakit Busuk Daun dan Virus
Penyakit ini sangat merugikan petani dan seringkali menyebar lewat umbi benih yang tidak bebas patogen. Upaya pengendalian penyakit masih lemah karena keterbatasan teknologi di tingkat petani.

3.   Produktivitas Belum Optimal meskipun Wilayah Potensial
Meskipun Sumatera Utara memiliki lahan dataran tinggi yang sangat cocok untuk kentang, banyak lahan belum dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan benih, teknologi budidaya, dan akses pasar.

4.   Kurangnya Sentra Produksi Benih Kentang Berkualitas Lokal
Ketersediaan unit produksi benih kentang (baik G0, G1, G2) yang memenuhi standar masih sangat terbatas, sehingga sulit memenuhi kebutuhan benih unggul secara mandiri di tingkat provinsi.

5.   Belum Terkelolanya Hilirisasi dan Industri Pengolahan
Kentang hasil panen umumnya hanya dijual dalam bentuk segar. Minimnya fasilitas pengolahan menyebabkan nilai tambah dan pendapatan petani relatif rendah.

 

 

 

 

 

IV.         METODE PEMBAHARUAN

 

1.   Kondisi Sebelum adanya Kultur Jaringan

 

Sebelum penerapan teknologi kultur jaringan, sistem perbanyakan benih, baik pada komoditas pisang maupun kentang, di Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh metode konvensional yang memiliki berbagai keterbatasan, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kesehatan benih.

 

Pisang

Perbanyakan benih pisang dilakukan secara vegetatif melalui pengambilan tunas anakan dari pohon induk. Metode ini mudah dan murah, namun menimbulkan sejumlah masalah:

·       Penyebaran penyakit melalui bibit: Tunas yang diambil dari tanaman terinfeksi (terutama penyakit layu moko atau fusarium) berpotensi besar menyebarkan penyakit ke lahan baru.

·       Kualitas benih tidak seragam: Karena tidak ada standarisasi dan seleksi genetik, pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi tidak konsisten.

·       Laju perbanyakan lambat: Satu induk hanya mampu menghasilkan tunas dalam jumlah terbatas, sehingga sulit memenuhi kebutuhan benih dalam skala luas.

·       Kapasitas penyediaan terbatas secara lokal:  Harus menunggu musim tertentu untuk mendapatkan tunas, dan distribusi benih tidak merata antar wilayah.

Kentang

Pada kentang, perbanyakan benih umumnya dilakukan dengan menanam potongan umbi dari panen sebelumnya. Beberapa tantangan yang muncul dari metode ini:

·       Tingginya risiko penularan virus dan penyakit tular benih: Umbi kentang mudah menyimpan patogen seperti virus PVY, PLRV, atau penyakit busuk daun dan layu bakteri.

·       Penurunan mutu benih secara generatif: Jika digunakan terus-menerus tanpa pembaruan, benih mengalami penurunan vigor, produktivitas, dan daya tahan terhadap penyakit.

·       Kebutuhan benih tinggi, suplai terbatas: Karena benih umbi berat dan mahal, petani sering kali kesulitan mendapatkan bibit berkualitas dalam jumlah cukup, apalagi untuk varietas unggul.

·       Distribusi benih dari luar daerah mahal dan berisiko rusak: Benih sering didatangkan dari luar Sumatera Utara (seperti dari Jawa Barat), menimbulkan biaya logistik tinggi dan potensi kerusakan dalam perjalanan.

 

 

 

2.   Kondisi Setelah Kultur Jaringan

Penerapan teknologi kultur jaringan dalam perbanyakan benih pisang dan kentang membawa perubahan signifikan terhadap sistem perbenihan di Provinsi Sumatera Utara. Kultur jaringan memungkinkan produksi benih yang lebih cepat, seragam, bersih dari penyakit, dan tersedia sepanjang tahun. Perubahan ini berdampak positif bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi budidaya komoditas hortikultura.

Pisang

Setelah teknologi kultur jaringan diterapkan untuk perbanyakan pisang:

·       Bibit terbebas dari penyakit, Kultur jaringan menghasilkan bibit yang steril dan bebas dari patogen seperti Fusarium oxysporum (penyebab layu fusarium) dan bakteri Ralstonia solanacearum (penyebab moko).

·       Produksi bibit menjadi masif dan cepat, Dari satu eksplan (bagian tanaman yang ditanam di media kultur), bisa diperbanyak ribuan bibit dalam waktu relatif singkat. Hal ini memungkinkan pemenuhan kebutuhan benih dalam skala luas.

·       Bibit lebih seragam dan berkualitas tinggi, Bibit hasil kultur jaringan bersifat identik secara genetik, sehingga tanaman tumbuh seragam, lebih tahan stres lingkungan, dan menghasilkan buah yang relatif seragam.

·       Distribusi benih lebih terencana, Dengan melibatkan laboratorium kultur jaringan pemerintah maupun swasta, pendistribusian bibit bisa dilakukan lebih terstruktur ke kelompok tani, UPT, dan wilayah sentra produksi.

 

Kentang

Pada kentang, kultur jaringan diterapkan dalam produksi benih tahap awal (G0 – pre-basic seed) yang kemudian ditanam di rumah kasa atau screenhouse untuk menghasilkan benih G1 dan G2. Dampaknya:

·       Peningkatan kualitas benih dasar (G0), Kultur jaringan menjamin umbi mini (mini tuber) bebas virus dan penyakit, yang sangat penting dalam rantai produksi benih kentang bermutu.

·       Kemandirian benih dalam jangka panjang, Dengan penguatan laboratorium kultur jaringan dan screenhouse lokal, Sumatera Utara tidak perlu terus bergantung pada benih dari luar provinsi.

·       Ketersediaan benih unggul lebih terjamin, Teknologi ini memungkinkan penyediaan varietas unggul seperti Granola, Atlantik, atau varietas industri lainnya secara berkelanjutan.

·       Dukungan bagi pengembangan kawasan kentang, Sentra-sentra kentang seperti Karo dan Dairi bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas panen melalui ketersediaan benih bermutu secara lokal.

 

 

 

 

V.            KEUNGGULAN/KEBAHARUAN

 

Keunggulan Inovasi Kultur Jaringan

1.   Bebas Penyakit (Pathogen-Free), Kultur jaringan menggunakan jaringan tanaman sehat dan steril, sehingga bibit yang dihasilkan bebas dari hama, virus, dan penyakit menular seperti layu fusarium, moko (pada pisang), atau virus PVY dan PLRV (pada kentang).

2.   Perbanyakan Massal dalam Waktu Singkat, Dalam satu siklus, ribuan bibit dapat dihasilkan dari satu eksplan kecil (jaringan tanaman). Ini menjadikan teknologi ini sangat efisien untuk memenuhi kebutuhan benih skala besar.

3.   Kualitas dan Genetik Seragam, Bibit hasil kultur jaringan bersifat identik secara genetik dengan induknya, sehingga menghasilkan tanaman yang tumbuh seragam, baik dari segi ukuran, hasil, maupun ketahanan terhadap lingkungan.

4.   Tersedia Sepanjang Tahun (Kontinuitas Pasokan), Proses produksi tidak bergantung pada musim atau kondisi alam karena dilakukan di laboratorium dengan kondisi terkendali. Ini memastikan ketersediaan benih kapan pun dibutuhkan.

5.   Hemat Lahan dan Biaya Transportasi Benih, Produksi dilakukan di ruang laboratorium tanpa memerlukan lahan luas. Bibit mikro juga lebih ringan dan ringkas, sehingga efisien untuk penyimpanan dan distribusi.

6.   Menjaga Keaslian dan Kemurnian Varietas
Teknologi ini sangat efektif untuk pelestarian varietas unggul dan langka, serta menjaga agar benih tidak tercampur secara genetik.

7.   Mendukung Ketahanan Pangan dan Ekspor
Dengan meningkatkan ketersediaan benih unggul dan sehat, produktivitas dan kualitas hasil tanaman ikut meningkat—yang berkontribusi langsung terhadap ketahanan pangan dan daya saing di pasar ekspor.

 

 

VI.         CARA KERJA INOVASI KULTUR JARINGAN

Langkah-Langkah Umum Kultur Jaringan

1.   Pemilihan dan Persiapan Eksplan

o   Eksplan bisa berupa daun, batang, akar, mata tunas, atau bagian lainnya.

o   Eksplan dibersihkan dari kotoran dan kontaminan, lalu disterilisasi (biasanya dengan alkohol dan larutan pemutih) agar bebas mikroorganisme.

2.   Penanaman pada Media Kultur

o   Eksplan ditanam dalam media khusus (seperti media Murashige and Skoog/MS) yang mengandung:

§   Nutrisi (makro dan mikro)

§   Hormon pertumbuhan (auksin dan sitokinin)

§   Gula (sebagai sumber energi)

§   Agar (untuk pemadat media)

o   Penanaman dilakukan dalam kondisi aseptik (bebas kontaminasi), biasanya di dalam laminar air flow cabinet.

3.   Inkubasi di Ruang Kultur

o  Tabung atau botol kultur disimpan di ruang khusus dengan suhu, cahaya, dan kelembaban yang terkontrol.

o  Di tahap ini eksplan mulai membentuk kalus (massa sel), tunas, dan akar tergantung komposisi hormon pada media.

4.   Subkultur

o  Jika diperlukan, jaringan dipindah ke media baru (untuk mendorong pembentukan akar, tunas lebih banyak, atau menghindari kekurangan nutrisi).

o  Proses ini bisa diulang beberapa kali untuk perbanyakan.

5.   Aklimatisasi

o  Tanaman kecil yang tumbuh dari kultur jaringan dipindahkan ke media tanah (atau media tanam lain) secara bertahap agar bisa beradaptasi dengan lingkungan luar laboratorium.

 

 


 

 

 

 

VII.      TUJUAN

Untuk memenuhi kebutuhan benih pisang dan kentang di Provinsi Sumatera Utara

 

VIII.    MANFAAT

1. Perbanyakan Tanaman Secara Massal

·     Dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

·     Cocok untuk memenuhi kebutuhan industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

2. Menghasilkan Tanaman yang Seragam (Homogen)

·       Tanaman hasil kultur jaringan memiliki sifat genetik yang sama dengan induknya.

·       Sangat berguna untuk menjaga kualitas varietas unggul.

3. Bebas Hama dan Penyakit

·       Karena dilakukan secara steril, tanaman hasil kultur jaringan biasanya bebas dari virus, bakteri, dan jamur.

·       Cocok untuk membuat bibit sehat dan unggul.

 4. Konservasi Tanaman Langka atau Terancam Punah

·       Dapat digunakan untuk menyelamatkan tanaman langka, endemik, atau hampir punah.

·       Teknik ini bisa menyimpan plasma nutfah secara in vitro dalam jangka panjang.

5. Percepatan Pemuliaan Tanaman

·       Membantu program pemuliaan tanaman dengan mempercepat proses seleksi dan pengujian.

·       Mendukung teknik rekayasa genetika dan fusi protoplasma.

6. Produksi Tanaman di Luar Musim

·       Tidak tergantung musim, karena dilakukan di lingkungan laboratorium yang terkontrol.

·       Dapat berproduksi sepanjang tahun.

7. Efisiensi Ruang dan Biaya Jangka Panjang

·       Butuh lahan kecil untuk perbanyakan banyak tanaman.

·       Walaupun biaya awal tinggi (peralatan lab), dalam jangka panjang lebih efisien.

 

 8. Mendukung Agribisnis dan Ekspor

·       Bibit hasil kultur jaringan berkualitas tinggi dan seragam, diminati pasar luar negeri.

·       Membuka peluang ekspor tanaman hias, buah tropis, dan tanaman obat.