Tahapan Inovasi | : | Penerapan |
Digital | : | Non Digital |
Inisiator Inovasi | : | OPD |
Bentuk Inovasi | : | Inovasi Pelayanan Publik |
Tujuan Inovasi | : | Memenuhi kebutuhan benih tanaman hortikultura khususnya pisang di Provinsi Sumatera Utara |
Manfaat Inovasi | : | 1. Penyediaan Bibit Berkualitas dan Seragam 2. Percepatan Produksi Bibit 3. Pemulihan dan Pelestarian Varietas Lokal 4. Efisiensi Lahan dan Waktu 5. Peningkatan Produktivitas |
Hasil Inovasi | : | Bibit Pisang dan Kentang |
Waktu Uji Coba | : | 2021-01-04 |
Waktu Implementasi | : | 2022-01-03 |
Rancang Bangun Inovasi | : | RANCANG BANGUN KULTUR JARINGAN
I. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 Tentang Perbenihan Tanaman; 3. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Utara; 4. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 28 Tahun 2023 Tentang Tugas, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Utara.
II. PERMASALAHAN MAKRO
Pisang dan kentang merupakan dua komoditas hortikultura strategis yang memiliki peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan dan perekonomian daerah di Provinsi Sumatera Utara. Komoditas pisang tersebar luas dan dibudidayakan oleh petani di berbagai kabupaten, seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan Tapanuli Selatan, sedangkan kentang menjadi andalan utama di kawasan dataran tinggi seperti Kabupaten Karo, Dairi, dan Simalungun yang memiliki iklim dan kondisi lahan yang sangat cocok untuk pengembangannya. Permintaan pasar terhadap kedua komoditas ini terus meningkat, baik dalam bentuk konsumsi segar, bahan baku industri, maupun potensi ekspor ke berbagai negara. Namun, peningkatan produksi pisang dan kentang di Sumatera Utara masih menghadapi sejumlah tantangan serius. Salah satu masalah utama adalah keterbatasan ketersediaan bibit unggul dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat. Petani umumnya masih mengandalkan metode perbanyakan bibit secara konvensional, seperti tunas pada pisang dan umbi pada kentang, yang memiliki berbagai kelemahan seperti rendahnya produktivitas, tidak seragamnya mutu bibit, serta tingginya risiko penyebaran penyakit tular bibit. Hal ini menyebabkan hasil produksi di lapangan seringkali tidak optimal dan berpengaruh terhadap pendapatan petani. Seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, diperlukan terobosan teknologi dalam penyediaan benih yang berkualitas. Salah satu solusi yang sangat potensial adalah penggunaan teknologi kultur jaringan, yang mampu menghasilkan bibit pisang dan kentang dalam jumlah besar, bermutu tinggi, bebas penyakit, dan seragam. Penerapan teknologi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung modernisasi pertanian serta upaya pelestarian varietas lokal unggulan yang mulai langka. Dengan demikian, pengembangan kultur jaringan menjadi langkah strategis untuk memperkuat sektor hortikultura di Sumatera Utara secara berkelanjutan.
MIKRO
Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan bibit pisang dan kentang di Provinsi Sumatera Utara adalah:
Permasalahan Mikro Bibit Pisang dan Kentang di Sumatera Utara 1. Ketersediaan Bibit Unggul yang Terbatas 2. Tingginya Peredaran Bibit Tidak Bersertifikat 3. Bibit Rentan terhadap Penyakit Tular Benih o Pada pisang, sering dijumpai bibit yang membawa penyakit layu fusarium dan moko. o Pada kentang, bibit sering terinfeksi virus atau penyakit seperti busuk daun dan layu bakteri. 4. Teknologi Perbanyakan Bibit yang Masih Sederhana 5. Kurangnya Akses terhadap Teknologi Kultur Jaringan 6. Tidak Seragamnya Mutu dan Ukuran Bibit 7. Kapasitas Produksi Bibit Lokal Belum Optimal 8. Harga Bibit Berkualitas yang Masih Relatif Mahal
III. ISU STRATEGIS GLOBAL Pisang 1. Ancaman Penyakit Global – Fusarium TR4 2. Monokultur dan Ketergantungan pada Varietas Tunggal 3. Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Produksi 4. Tuntutan Pasar Global terhadap Sertifikasi dan Keberlanjutan 5. Ketimpangan Nilai Tambah dalam Rantai Pasok
Kentang 1. Ketahanan Pangan Global 2. Ketergantungan pada Bibit Bermutu dan Bebas Virus 3. Perubahan Iklim dan Ketahanan Varietas 4. Persaingan antara Konsumsi Pangan dan Industri 5. Inovasi Genetik dan Keamanan Hayati
NASIONAL
PISANG 1. Rendahnya Produktivitas dan Kualitas Pisang Lokal 2. Minimnya Standarisasi dan Sertifikasi Bibit Pisang 3. Pengelolaan Pascapanen yang Kurang Efisien 4. Belum Optimalnya Ekspor Pisang Nasional 5. Belum Terintegrasinya Sentra Produksi dengan Industri Pengolahan
KENTANG 1. Ketergantungan pada Bibit Kentang Impor 2. Terbatasnya Ketersediaan Benih Bermutu dalam Negeri 3. Isu Serangan Penyakit dan Hama yang Tinggi 4. Tantangan Budidaya di Wilayah Dataran Tinggi 5. Persaingan Harga dengan Produk Impor dan Olahan
LOKAL
PISANG 1. Tingginya Serangan Penyakit Layu Moko dan Fusarium 2. Penggunaan Bibit Tunas Konvensional yang Tidak Bebas Penyakit 3. Belum Meratanya Akses terhadap Bibit Kultur Jaringan 4. Kurangnya Pasar Terintegrasi dan Rantai Nilai yang Lemah
KENTANG
1. Ketergantungan pada Benih Kentang dari Luar Daerah 2. Tingginya Serangan Penyakit Busuk Daun dan Virus 3. Produktivitas Belum Optimal meskipun Wilayah Potensial 4. Kurangnya Sentra Produksi Benih Kentang Berkualitas Lokal 5. Belum Terkelolanya Hilirisasi dan Industri Pengolahan
IV. METODE PEMBAHARUAN
1. Kondisi Sebelum adanya Kultur Jaringan
Sebelum penerapan teknologi kultur jaringan, sistem perbanyakan benih, baik pada komoditas pisang maupun kentang, di Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh metode konvensional yang memiliki berbagai keterbatasan, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kesehatan benih.
Pisang Perbanyakan benih pisang dilakukan secara vegetatif melalui pengambilan tunas anakan dari pohon induk. Metode ini mudah dan murah, namun menimbulkan sejumlah masalah: · Penyebaran penyakit melalui bibit: Tunas yang diambil dari tanaman terinfeksi (terutama penyakit layu moko atau fusarium) berpotensi besar menyebarkan penyakit ke lahan baru. · Kualitas benih tidak seragam: Karena tidak ada standarisasi dan seleksi genetik, pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi tidak konsisten. · Laju perbanyakan lambat: Satu induk hanya mampu menghasilkan tunas dalam jumlah terbatas, sehingga sulit memenuhi kebutuhan benih dalam skala luas. · Kapasitas penyediaan terbatas secara lokal: Harus menunggu musim tertentu untuk mendapatkan tunas, dan distribusi benih tidak merata antar wilayah. Kentang Pada kentang, perbanyakan benih umumnya dilakukan dengan menanam potongan umbi dari panen sebelumnya. Beberapa tantangan yang muncul dari metode ini: · Tingginya risiko penularan virus dan penyakit tular benih: Umbi kentang mudah menyimpan patogen seperti virus PVY, PLRV, atau penyakit busuk daun dan layu bakteri. · Penurunan mutu benih secara generatif: Jika digunakan terus-menerus tanpa pembaruan, benih mengalami penurunan vigor, produktivitas, dan daya tahan terhadap penyakit. · Kebutuhan benih tinggi, suplai terbatas: Karena benih umbi berat dan mahal, petani sering kali kesulitan mendapatkan bibit berkualitas dalam jumlah cukup, apalagi untuk varietas unggul. · Distribusi benih dari luar daerah mahal dan berisiko rusak: Benih sering didatangkan dari luar Sumatera Utara (seperti dari Jawa Barat), menimbulkan biaya logistik tinggi dan potensi kerusakan dalam perjalanan.
2. Kondisi Setelah Kultur Jaringan Penerapan teknologi kultur jaringan dalam perbanyakan benih pisang dan kentang membawa perubahan signifikan terhadap sistem perbenihan di Provinsi Sumatera Utara. Kultur jaringan memungkinkan produksi benih yang lebih cepat, seragam, bersih dari penyakit, dan tersedia sepanjang tahun. Perubahan ini berdampak positif bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi budidaya komoditas hortikultura. Pisang Setelah teknologi kultur jaringan diterapkan untuk perbanyakan pisang: · Bibit terbebas dari penyakit, Kultur jaringan menghasilkan bibit yang steril dan bebas dari patogen seperti Fusarium oxysporum (penyebab layu fusarium) dan bakteri Ralstonia solanacearum (penyebab moko). · Produksi bibit menjadi masif dan cepat, Dari satu eksplan (bagian tanaman yang ditanam di media kultur), bisa diperbanyak ribuan bibit dalam waktu relatif singkat. Hal ini memungkinkan pemenuhan kebutuhan benih dalam skala luas. · Bibit lebih seragam dan berkualitas tinggi, Bibit hasil kultur jaringan bersifat identik secara genetik, sehingga tanaman tumbuh seragam, lebih tahan stres lingkungan, dan menghasilkan buah yang relatif seragam. · Distribusi benih lebih terencana, Dengan melibatkan laboratorium kultur jaringan pemerintah maupun swasta, pendistribusian bibit bisa dilakukan lebih terstruktur ke kelompok tani, UPT, dan wilayah sentra produksi.
Kentang Pada kentang, kultur jaringan diterapkan dalam produksi benih tahap awal (G0 – pre-basic seed) yang kemudian ditanam di rumah kasa atau screenhouse untuk menghasilkan benih G1 dan G2. Dampaknya: · Peningkatan kualitas benih dasar (G0), Kultur jaringan menjamin umbi mini (mini tuber) bebas virus dan penyakit, yang sangat penting dalam rantai produksi benih kentang bermutu. · Kemandirian benih dalam jangka panjang, Dengan penguatan laboratorium kultur jaringan dan screenhouse lokal, Sumatera Utara tidak perlu terus bergantung pada benih dari luar provinsi. · Ketersediaan benih unggul lebih terjamin, Teknologi ini memungkinkan penyediaan varietas unggul seperti Granola, Atlantik, atau varietas industri lainnya secara berkelanjutan. · Dukungan bagi pengembangan kawasan kentang, Sentra-sentra kentang seperti Karo dan Dairi bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas panen melalui ketersediaan benih bermutu secara lokal.
V. KEUNGGULAN/KEBAHARUAN
Keunggulan Inovasi Kultur Jaringan 1. Bebas Penyakit (Pathogen-Free), Kultur jaringan menggunakan jaringan tanaman sehat dan steril, sehingga bibit yang dihasilkan bebas dari hama, virus, dan penyakit menular seperti layu fusarium, moko (pada pisang), atau virus PVY dan PLRV (pada kentang). 2. Perbanyakan Massal dalam Waktu Singkat, Dalam satu siklus, ribuan bibit dapat dihasilkan dari satu eksplan kecil (jaringan tanaman). Ini menjadikan teknologi ini sangat efisien untuk memenuhi kebutuhan benih skala besar. 3. Kualitas dan Genetik Seragam, Bibit hasil kultur jaringan bersifat identik secara genetik dengan induknya, sehingga menghasilkan tanaman yang tumbuh seragam, baik dari segi ukuran, hasil, maupun ketahanan terhadap lingkungan. 4. Tersedia Sepanjang Tahun (Kontinuitas Pasokan), Proses produksi tidak bergantung pada musim atau kondisi alam karena dilakukan di laboratorium dengan kondisi terkendali. Ini memastikan ketersediaan benih kapan pun dibutuhkan. 5. Hemat Lahan dan Biaya Transportasi Benih, Produksi dilakukan di ruang laboratorium tanpa memerlukan lahan luas. Bibit mikro juga lebih ringan dan ringkas, sehingga efisien untuk penyimpanan dan distribusi. 6. Menjaga Keaslian dan Kemurnian Varietas 7. Mendukung Ketahanan Pangan dan Ekspor
VI. CARA KERJA INOVASI KULTUR JARINGAN Langkah-Langkah Umum Kultur Jaringan 1. Pemilihan dan Persiapan Eksplan o Eksplan bisa berupa daun, batang, akar, mata tunas, atau bagian lainnya. o Eksplan dibersihkan dari kotoran dan kontaminan, lalu disterilisasi (biasanya dengan alkohol dan larutan pemutih) agar bebas mikroorganisme. 2. Penanaman pada Media Kultur o Eksplan ditanam dalam media khusus (seperti media Murashige and Skoog/MS) yang mengandung: § Nutrisi (makro dan mikro) § Hormon pertumbuhan (auksin dan sitokinin) § Gula (sebagai sumber energi) § Agar (untuk pemadat media) o Penanaman dilakukan dalam kondisi aseptik (bebas kontaminasi), biasanya di dalam laminar air flow cabinet. 3. Inkubasi di Ruang Kultur o Tabung atau botol kultur disimpan di ruang khusus dengan suhu, cahaya, dan kelembaban yang terkontrol. o Di tahap ini eksplan mulai membentuk kalus (massa sel), tunas, dan akar tergantung komposisi hormon pada media. 4. Subkultur o Jika diperlukan, jaringan dipindah ke media baru (untuk mendorong pembentukan akar, tunas lebih banyak, atau menghindari kekurangan nutrisi). o Proses ini bisa diulang beberapa kali untuk perbanyakan. 5. Aklimatisasi o Tanaman kecil yang tumbuh dari kultur jaringan dipindahkan ke media tanah (atau media tanam lain) secara bertahap agar bisa beradaptasi dengan lingkungan luar laboratorium.
VII. TUJUAN Untuk memenuhi kebutuhan benih pisang dan kentang di Provinsi Sumatera Utara
VIII. MANFAAT 1. Perbanyakan Tanaman Secara Massal · Dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dalam waktu singkat. · Cocok untuk memenuhi kebutuhan industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan. 2. Menghasilkan Tanaman yang Seragam (Homogen) · Tanaman hasil kultur jaringan memiliki sifat genetik yang sama dengan induknya. · Sangat berguna untuk menjaga kualitas varietas unggul. 3. Bebas Hama dan Penyakit · Karena dilakukan secara steril, tanaman hasil kultur jaringan biasanya bebas dari virus, bakteri, dan jamur. · Cocok untuk membuat bibit sehat dan unggul. 4. Konservasi Tanaman Langka atau Terancam Punah · Dapat digunakan untuk menyelamatkan tanaman langka, endemik, atau hampir punah. · Teknik ini bisa menyimpan plasma nutfah secara in vitro dalam jangka panjang. 5. Percepatan Pemuliaan Tanaman · Membantu program pemuliaan tanaman dengan mempercepat proses seleksi dan pengujian. · Mendukung teknik rekayasa genetika dan fusi protoplasma. 6. Produksi Tanaman di Luar Musim · Tidak tergantung musim, karena dilakukan di lingkungan laboratorium yang terkontrol. · Dapat berproduksi sepanjang tahun. 7. Efisiensi Ruang dan Biaya Jangka Panjang · Butuh lahan kecil untuk perbanyakan banyak tanaman. · Walaupun biaya awal tinggi (peralatan lab), dalam jangka panjang lebih efisien.
8. Mendukung Agribisnis dan Ekspor · Bibit hasil kultur jaringan berkualitas tinggi dan seragam, diminati pasar luar negeri. · Membuka peluang ekspor tanaman hias, buah tropis, dan tanaman obat.
|