Data Inovasi

Innovation is a process by which a domain, a product, or a service is renewed and brought up to date by applying new processes, introducing new techniques, or establishing successful ideas to create new value. The creation of value is a defining characteristic of innovation.

IMATUTU (IMPLEMENTASI KURIKULUM MUATAN LOKAL)

Tahapan Inovasi : Penerapan
Digital : Non Digital
Inisiator Inovasi : OPD
Bentuk Inovasi : Inovasi Daerah lainnya sesuai Urusan Pemerintah
Tujuan Inovasi :

Tujuan  dari  Inovasi  IMATUTU  secara  umum  adalah  mempersiapkan  siswa  agar  mencintai budaya  Batak  Toba  sebagai  identitas  dirinya  sendiri.  Dari  kecintaannya,  siswa  mampu melestarikannya  dan  memiliki  rasa  bangga  sebagai  orang  Batak.    Sehingga  siswa  dapat mengejawantahkan sikap dan perilaku untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya batak toba. 

Manfaat Inovasi :

Manfaat  dari    inovasi  IMATUTU  adalah  meningkatnya  penguatan  identitas  siswa  tentang dirinya  sendiri  sebagai  orang  Batak  dan  sebagai  orang  Indonesia.  Siswa  bangga  akan budayanya  sendiri  sebagai  bagian  dari  budaya  nasional  dan  internasional.  Pembentukan karakter siswa ke arah yang positif dengan menghargai budaya lokal sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan secara terus menerus. Mengembangkan kreativitas dan keterampilan siswa dalam memvisualisasikan budaya Batak Toba agar lebih dikenal masyarakat global.

Hasil Inovasi :

1. Terdapat  505  sekolah  dari  708  sekolah  yang  ada  di  Kabupaten  Tapanuli  Utara  berhasil menerapkan  Inovasi  IMATUTU  sebagai  implementasi  Budaya  Batak  dalam  Kurikulum Muatan lokal jenjang PAUD, SD dan SMP dan  mulai TP. 2024/2025 semua sekolah atau 708 sekolah sudah menerapkan inovasi IMATUTU. 

2. Mendukung  dinas  pariwisata  Tapanuli  Utara  dengan  adanya  pertunjukan  Budaya  Batak Toba yang dilakukan sekolah-sekolah secara bergiliran setiap hari Minggu di dua destinasi wisata unggulan yaitu Hutaginjang dan Salib Kasih.   

Waktu Uji Coba : 2023-05-22
Waktu Implementasi : 2023-07-13
Rancang Bangun Inovasi :

1. Dasar Hukum Inovasi

Rancang Bangun

1.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2.    Undang-Undang  Nomor  10  Tahun  2009  tentang  Kepariwisataan  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4966);

3.    Peraturan  Pemerintah  Nomor  57  Tahun  2021  tentang  Standar  Nasional  Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6676), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022

Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6762);

4.    Peraturan  Presiden  Nomor  87  Tahun  2017  tentang  Penguatan  Pendidikan  Karakter

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 195);

5.    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan

Lokal Kurikulum 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1172);

6.    Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pendidikan

Pancasila dan Wawasan Kebangsaan;

7.    Peraturan  Bupati  Tapanuli  Utara  Nomor  17  Tahun  2023  tentang  Penyelenggaraan

Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar;

2. Permasalahan a. Makro

Dalam dekade terakhir ini UNESCO telah mengembangkan warisan budaya tak benda atau

disebut Intangible Cultural Heritage. Dimana warisan budaya tidak hanya benda yang terlihat atau berdiri megah seperti monumen atau benda bersejarah lainnya. Warisan budaya tak benda termasuk warisan budaya, seperti tarian daerah, pakaian daerah, tradisi lisan daerah, bahasa lisan daerah, praktik sosial atau adat istiadat daerah, perayaan etnik daerah, dan lain-lain. Warisan tak benda rapuh jika tidak dilestarikan dan tidak diturunkan ke generasi berikutnya. Warisan  tak  benda  akan  punah  kalau  berhenti  di  satu  generasi,  yang  mungkin  karena perkembangan  globalisasi ditinggalkan  generasi  muda. Warisan budaya tak benda  yang kontemporer merupakan identitas sebuah suku bangsa yang merupakan kekayaan nasional. Setiap suku bangsa memiliki warisan budaya tak benda yang beragam. Keberagaman ini hanya bisa diakui oleh sebuah bangsa atau suku jika praktiknya dilakukan secara terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya.Tapanuli Utara memiliki beragam warisan budaya tak benda yang sudah ada dari zaman dahulu kala. Warisan itu antara lain:

1. Marturasi, yaitu sebuah kegiatan masyarakat dalam menyuarakan kebenaran dalam bentuk pidato. Marturasi biasanya dilakukan oleh tokoh atau sesepuh desa ketika mengumumkan sesuatu atau menggalang penduduk desa untuk bersatu atau menegaskan aturan adat.

2. Martorsa,  yaitu  sebuah  kegiatan  masyarakat  Batak  Toba  yang  secara  turun  temurun.

Martorsa biasa disebut marturiturian atau berdongeng. Orang tua menidurkan anak dan menasehati anak  melalui cerita  dongeng.  Cerita dongeng  tersebut antara  lain  si  Boru Natumandi (menceritakan boru Hutabarat yang sangat cantik menikah dengan raja ular), Sampuraga (seorang anak yang durhaka kepada ibunya) dan lain-lain.

3. Manortor,  yaitu sebuah kegiatan  masyarakat  yang dilakukan pada saat perayaan atau menyambut tamu. Manortor (menari) diikuti dengan membunyikan alat musik Batak Toba seperti gong dan sarune. Manortor mempunyai bagian-bagian seperti Mangurdot (Membuat tangan di bagian pusat lalu kaki mulai bergerak naik turun di tempat, wajah ditundukkan, Marsomba (menyembah) atau memberi hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan orang sekeliling serta kepada alam, Mangaliat (berkeliling) berputar bersama, dan Hasahatan atau Sitiotio atau penutup tortor dengan mengucapkan tiga kali horas.

4. Marumpasa dan Marumpama, yaitu berpantun dan berperibahasa. Marumpasa (berpantun) dilakukan pada saat acara adat istiadat atau dalam acara perayaan. Merupakan petuah yang diberikan kepada anak atau saudara satu marga atau juga kepada orang lain. Kemudian disambut dengan kata imatutu. Marumpama (peribahasa) adalah kata-kata indah untuk menggambarkan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari.

5. Martumba, yaitu melakukan gerakan-gerakan indah yang ceria sambil bernyanyi acapella tanpa musik. Ini dilakukan secara berkelompok, dan biasanya dilakukan setelah panen di pedesaan atau pada saat bulan purnama.

6. Menulis dan membaca aksara Batak. Bangsa Batak Toba memiliki aksara yang dipakai sebagai surat menyurat pada zaman dahulu kala. Aksara ini dibaca berdasarkan suku kata bukan huruf.

b. Mikro

 

Berkaca dalam permasalahan makro tadi sangat perlu dibuat sebuah penetapan agar warisan tak benda ini tidak tergerus oleh perubahan zaman. Warisan tak benda ini harus dilestarikan melalui pendidikan di sekolah mulai dari fase pondasi sampai pendidikan dasar. Akan tetapi jika tidak ada pedoman kurikulum, maka sekolah atau guru tidak dapat melakukannya secara terarah dan sistematis sesuai perkembangan siswa. Maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan membuat sebuah Inovasi yang berjudul IMATUTU yaitu implementasi budaya Batak Toba dalam Kurikulum Muatan Lokal Jenjang PAUD, SD dan SMP.

3. Isu Strategis a. Global

Globalisasi membuka dimensi dalam menyebarkan budaya berupa nilai, ide dan praktik budaya ke seluruh dunia. Penyebaran budaya seperti musik, tarian, makanan dan mode lain dari satu negara ke negara lain dapat populer melalui teknologi informasi dan media sosial. Hal ini dapat menyebabkan homogenisasi budaya. Budaya lokal yang beragam dan kaya akan tergeser oleh dominasi budaya global yang sasarannya generasi muda. Ancama terhadap budaya lokal ini menjadi isu di semua dunia, karena nilai budaya global dapat menggantikan tradisi lokal, praktik adat istiadat yang unik dan bahasa daerah yang sudah ada sejak suku bangsa itu ada. Bahasa daerah merupakan elemen identitas utama dari suatu bangsa. UNESCO mencatat bahwa banyak bahasa dunia kini berada dalam status terancam punah akibat kurangnya pengguna aktif (Ulfiah et. el., 2023). Ini menyiratkan globalisasi membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya globalisasi membuat bahasa dapat terkenal atau populer ke seluruh dunia. Tetapi globalisasi dapat membuatnya punah sebagai dampak negatif. Misalnya saat ini bahasa global seperti Bahasa Inggris menjadi keterampilan abad 21 dalam menghadapi persaingan global. Sehingga para generasi muda dengan cepat meninggalkan bahasa daerah yang merupakan identitas budayanya sendiri.

b. Nasional

Pemerintah Indonesia memiliki kepedulian besar terhadap pendokumentasian kearifan lokal dengan adanya dasar hukum yang dibuat yaitu Undang-Undang Nomo28 Thaun 2014 tentang Copyright, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2014 tentang paten   dan Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Cultural Advancement/Perkembangan Budaya. Hal ini menjadi dapat menjadi potensi besar dalam menumbuhkan sikap positif dalam mengangkat kearifan lokal termasuk budaya lokal.   Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 terdapat di penjelasan fungsi Bahasa Indonesia ayat 3 yaitu bahasa negara adalah bahasa Indonesia merupakan alat penyatuan berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan bahasa Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia kaya dan beragam budaya dan bahasa daerah.  Tentu hal ini membuat kita wajib melestarikan budaya dan bahasa lokal sebagai kekayaan  budaya nasional. Struktur Kurikulum yang disusun oleh Pemerintah dalam Kurikulum Merdeka mulai dari Pendidikan  Dasar sampai Pendidikan Menengah memuat 72 jam pelajaran per tahun atau 2 jam pelajaran per minggu. Akan tetapi Kementerian Pendidikan tidak memuat pedoman kurikulum. Hal ini menyebabkan pelaksanaan muatan lokal Budaya Batak Toba tidak maksimal karena tidak ada rambu-rambu pelaksanaan yang baku.

c. Lokal

Sekolah menjadi ujung tombak dalam mengimplementasikan pendidikan budaya Batak Toba belum optimal dilaksanakan. Permasalahan di Tapanuli Utara terkait dengan muatan lokal budaya Batak Toba antara lain:

1. Sekolah jenjang PAUD, SD dan SMP belum mempunyai Pedoman Kurikulum Muatan Lokal Budaya Batak Toba yang baku dan legal sesuai dengan perundang-undangan. Materi ajar yang ada masih bersifat batasan yang belum berdasar sesuai dengan karakteristik siswa.

2. Guru tidak bisa melakukan pembelajaran secara terarah dan sistematis karena belum pernah mendapatkan bimbingan teknis mengajarkan budaya Batak Toba di kelas.

3. Buku ajar dan media pembelajaran yang terbatas karena tidak tersedianya pedoman kurikulum Muatan Lokal Budaya Batak Toba.

4. Banyaknya generasi muda Batak Toba yang tidak dapat berbahasa Batak usia 5 tahun ke atas,  hal ini terlihat  dalam percakapan  sehari-hari antara  orang tua dan anak,  serta pergaulan anak itu sendiri.

5. Kurangnya festival atau pertunjukan budaya Batak Toba yang dapat memacu generasi muda untuk berkarya sesuai dengan Budaya Batak Toba.

6. Pemahaman adat istiadat dan tradisi Batak Toba seperti adat istiadat, aksara Batak Toba, filosofi, musik tradisional, ulos atau pakaian tradisional, makanan khas dan kearifan lokal lainnya.

7. Integrasi teknologi dalam pemanfaatan dan pelestarian Bahasa Batak Toba

4. Metode Pembaharuan

1) Sebelum Penerapan

Bahasa dan budaya Batak Toba mulai ditinggalkan generasi muda. Anak PAUD, SD dan SMP sudah tidak dapat berbahasa Batak Toba. Mereka tidak lagi mengenal Bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar. Budaya Batak Toba seperti aksara, musik, tortor, lagu, makanan khas dan kearifan lokal lainnya tidak lagi dikenal dengan baik. Hal ini karena sekolah sebagai garda terdepan tidak dapat melakukan pembelajaran dengan maksimal karena tidak adanya pedoman kurikulum muatan lokal. Hal ini menjadi kegelisahan Pemerintah Daerah Tapanuli Utara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat sebuah inovasi.

Terkait dengan itu, maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melakukan rapat kedinasan untuk membuat rancangan inovasi ini. Dalam rapat ini mengikutkan unsur-unsur terkait seperti tim dinas, pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru dari jenjang PAUD, SD dan SMP.  Dari hasil rapat maka dilakukan beberapa hal seperti:

 

?   Penganggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

?   Pembentukan Tim Inovasi IMATUTU.

?    Pembentukan pengembang pedoman Kurikulum Muatan Lokal dan penyusunan materi pembelajaran yang komunikatif, kontekstual dan aplikatif.

?   Membuat Peraturan Bupati tentang implementasi Budaya Batak Toba dalam Kurikulum

Muatan Lokal.

?    Melakukan kunjungan, studi banding dan komunikasi ke Pusat Kurikulum, Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Kabupaten Deli Serdang, BPMP Sumatera Utara, Akademisi Universitas Tapanuli Utara, tokoh budaya dari Balai Bahasa Sumatera Utara, dan tokoh budaya di Tapanuli Utara.

?   Mengadakan Forum FGD (Focus Group Discussion)

?   Melakukan sosialisasi kepada Pengawas, Kepala Sekolah jenjang PAUD, SD dan SMP.

?   Melakukan Bimbingan Teknis kepada guru muatan lokal dari jenjang PAUD, SD dan SMP

?   Menentukan sekolah sebagai pilot project sebanyak 506 sekolah dari 708 sekolah

2) Setelah Penerapan

Setelah  penerapan  Inovasi  IMATUTU  di  sekolah,  maka  banyak  peningkatan  yang didapatkan antara lain:

?   Guru mudah menggunakan pedoman kurikulum muatan lokal karena sudah dibekali saat bimbingan teknis.

?    Guru dan siswa berbahagia karena dapat mengalami pembelajaran yang terarah dan sistematis sehingga minat siswa belajar budaya Batak Toba dapat meningkat.

?   Pembuatan  RPP   (Rencana  Perencanaan  Pembelajaran)   sudah   memuat  capaian pembelajaran yang baku sesuai dengan pedoman kurikulum muatan lokal.

?   Pembelajaran Budaya Batak Toba sudah sistematis sesuai karakteristik siswa jenjang PAUD, SD dan SMP.

?   Materi pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan siswa dari jenjang PAUD, SD dan SMP

?    Sekolah yang menjadi pilot project telah berhasil menerapkan budaya Batak Toba dalam pembelajaran.

?   Meningkatnya keterampilan siswa dalam pengaplikasian budaya batak toba seperti:

marturasi   (berpidato),   martorsa/marturiturian   (bercerita/berdongeng),   marumpasa

(berpantun), dan menulis dan membaca aksara Batak Toba

?   Orang Tua, Komite Sekolah merasakan manfaat dari Inovasi IMATUTU.

5. Keunggulan dan Kebaruan

1. Inovasi IMATUTU sebagai implementasi Budaya Batak Toba dalam Kurikulum Muatan Lokal jenjang PAUD, SD dan SMP satu-satunya dan yang pertama di kabupaten- kabupaten kawasan Danau Toba di Sumatera Utara.

2. Menjadi acuan dari kabupaten/kota di Sumatera Utara dibuktikan dengan banyaknya Kabupaten/Kota yang melakukan studi tiru terhadap inovasi ini

3. Menjadi Pedoman Kurikulum muatan lokal yang baku sesuai dengan tuntutan kurikulum nasional .