Tahapan Inovasi | : | Penerapan |
Digital | : | Non Digital |
Inisiator Inovasi | : | OPD |
Bentuk Inovasi | : | Inovasi Daerah lainnya sesuai Urusan Pemerintah |
Tujuan Inovasi | : | Tujuan dari Inovasi IMATUTU secara umum adalah mempersiapkan siswa agar mencintai budaya Batak Toba sebagai identitas dirinya sendiri. Dari kecintaannya, siswa mampu melestarikannya dan memiliki rasa bangga sebagai orang Batak. Sehingga siswa dapat mengejawantahkan sikap dan perilaku untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya batak toba. |
Manfaat Inovasi | : | Manfaat dari inovasi IMATUTU adalah meningkatnya penguatan identitas siswa tentang dirinya sendiri sebagai orang Batak dan sebagai orang Indonesia. Siswa bangga akan budayanya sendiri sebagai bagian dari budaya nasional dan internasional. Pembentukan karakter siswa ke arah yang positif dengan menghargai budaya lokal sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan secara terus menerus. Mengembangkan kreativitas dan keterampilan siswa dalam memvisualisasikan budaya Batak Toba agar lebih dikenal masyarakat global. |
Hasil Inovasi | : | 1. Terdapat 505 sekolah dari 708 sekolah yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara berhasil menerapkan Inovasi IMATUTU sebagai implementasi Budaya Batak dalam Kurikulum Muatan lokal jenjang PAUD, SD dan SMP dan mulai TP. 2024/2025 semua sekolah atau 708 sekolah sudah menerapkan inovasi IMATUTU. 2. Mendukung dinas pariwisata Tapanuli Utara dengan adanya pertunjukan Budaya Batak Toba yang dilakukan sekolah-sekolah secara bergiliran setiap hari Minggu di dua destinasi wisata unggulan yaitu Hutaginjang dan Salib Kasih. |
Waktu Uji Coba | : | 2023-05-22 |
Waktu Implementasi | : | 2023-07-13 |
Rancang Bangun Inovasi | : | 1. Dasar Hukum Inovasi Rancang Bangun 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6676), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6762); 4. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 195); 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1172); 6. Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan; 7. Peraturan Bupati Tapanuli Utara Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar; 2. Permasalahan a. Makro Dalam dekade terakhir ini UNESCO telah mengembangkan warisan budaya tak benda atau disebut Intangible Cultural Heritage. Dimana warisan budaya tidak hanya benda yang terlihat atau berdiri megah seperti monumen atau benda bersejarah lainnya. Warisan budaya tak benda termasuk warisan budaya, seperti tarian daerah, pakaian daerah, tradisi lisan daerah, bahasa lisan daerah, praktik sosial atau adat istiadat daerah, perayaan etnik daerah, dan lain-lain. Warisan tak benda rapuh jika tidak dilestarikan dan tidak diturunkan ke generasi berikutnya. Warisan tak benda akan punah kalau berhenti di satu generasi, yang mungkin karena perkembangan globalisasi ditinggalkan generasi muda. Warisan budaya tak benda yang kontemporer merupakan identitas sebuah suku bangsa yang merupakan kekayaan nasional. Setiap suku bangsa memiliki warisan budaya tak benda yang beragam. Keberagaman ini hanya bisa diakui oleh sebuah bangsa atau suku jika praktiknya dilakukan secara terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya.Tapanuli Utara memiliki beragam warisan budaya tak benda yang sudah ada dari zaman dahulu kala. Warisan itu antara lain: 1. Marturasi, yaitu sebuah kegiatan masyarakat dalam menyuarakan kebenaran dalam bentuk pidato. Marturasi biasanya dilakukan oleh tokoh atau sesepuh desa ketika mengumumkan sesuatu atau menggalang penduduk desa untuk bersatu atau menegaskan aturan adat. 2. Martorsa, yaitu sebuah kegiatan masyarakat Batak Toba yang secara turun temurun. Martorsa biasa disebut marturiturian atau berdongeng. Orang tua menidurkan anak dan menasehati anak melalui cerita dongeng. Cerita dongeng tersebut antara lain si Boru Natumandi (menceritakan boru Hutabarat yang sangat cantik menikah dengan raja ular), Sampuraga (seorang anak yang durhaka kepada ibunya) dan lain-lain. 3. Manortor, yaitu sebuah kegiatan masyarakat yang dilakukan pada saat perayaan atau menyambut tamu. Manortor (menari) diikuti dengan membunyikan alat musik Batak Toba seperti gong dan sarune. Manortor mempunyai bagian-bagian seperti Mangurdot (Membuat tangan di bagian pusat lalu kaki mulai bergerak naik turun di tempat, wajah ditundukkan, Marsomba (menyembah) atau memberi hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan orang sekeliling serta kepada alam, Mangaliat (berkeliling) berputar bersama, dan Hasahatan atau Sitiotio atau penutup tortor dengan mengucapkan tiga kali horas. 4. Marumpasa dan Marumpama, yaitu berpantun dan berperibahasa. Marumpasa (berpantun) dilakukan pada saat acara adat istiadat atau dalam acara perayaan. Merupakan petuah yang diberikan kepada anak atau saudara satu marga atau juga kepada orang lain. Kemudian disambut dengan kata imatutu. Marumpama (peribahasa) adalah kata-kata indah untuk menggambarkan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. 5. Martumba, yaitu melakukan gerakan-gerakan indah yang ceria sambil bernyanyi acapella tanpa musik. Ini dilakukan secara berkelompok, dan biasanya dilakukan setelah panen di pedesaan atau pada saat bulan purnama. 6. Menulis dan membaca aksara Batak. Bangsa Batak Toba memiliki aksara yang dipakai sebagai surat menyurat pada zaman dahulu kala. Aksara ini dibaca berdasarkan suku kata bukan huruf. b. Mikro
Berkaca dalam permasalahan makro tadi sangat perlu dibuat sebuah penetapan agar warisan tak benda ini tidak tergerus oleh perubahan zaman. Warisan tak benda ini harus dilestarikan melalui pendidikan di sekolah mulai dari fase pondasi sampai pendidikan dasar. Akan tetapi jika tidak ada pedoman kurikulum, maka sekolah atau guru tidak dapat melakukannya secara terarah dan sistematis sesuai perkembangan siswa. Maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan membuat sebuah Inovasi yang berjudul IMATUTU yaitu implementasi budaya Batak Toba dalam Kurikulum Muatan Lokal Jenjang PAUD, SD dan SMP. 3. Isu Strategis a. Global Globalisasi membuka dimensi dalam menyebarkan budaya berupa nilai, ide dan praktik budaya ke seluruh dunia. Penyebaran budaya seperti musik, tarian, makanan dan mode lain dari satu negara ke negara lain dapat populer melalui teknologi informasi dan media sosial. Hal ini dapat menyebabkan homogenisasi budaya. Budaya lokal yang beragam dan kaya akan tergeser oleh dominasi budaya global yang sasarannya generasi muda. Ancama terhadap budaya lokal ini menjadi isu di semua dunia, karena nilai budaya global dapat menggantikan tradisi lokal, praktik adat istiadat yang unik dan bahasa daerah yang sudah ada sejak suku bangsa itu ada. Bahasa daerah merupakan elemen identitas utama dari suatu bangsa. UNESCO mencatat bahwa banyak bahasa dunia kini berada dalam status terancam punah akibat kurangnya pengguna aktif (Ulfiah et. el., 2023). Ini menyiratkan globalisasi membawa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya globalisasi membuat bahasa dapat terkenal atau populer ke seluruh dunia. Tetapi globalisasi dapat membuatnya punah sebagai dampak negatif. Misalnya saat ini bahasa global seperti Bahasa Inggris menjadi keterampilan abad 21 dalam menghadapi persaingan global. Sehingga para generasi muda dengan cepat meninggalkan bahasa daerah yang merupakan identitas budayanya sendiri. b. Nasional Pemerintah Indonesia memiliki kepedulian besar terhadap pendokumentasian kearifan lokal dengan adanya dasar hukum yang dibuat yaitu Undang-Undang Nomo28 Thaun 2014 tentang Copyright, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2014 tentang paten dan Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Cultural Advancement/Perkembangan Budaya. Hal ini menjadi dapat menjadi potensi besar dalam menumbuhkan sikap positif dalam mengangkat kearifan lokal termasuk budaya lokal. Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 terdapat di penjelasan fungsi Bahasa Indonesia ayat 3 yaitu bahasa negara adalah bahasa Indonesia merupakan alat penyatuan berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya ke dalam kesatuan bahasa Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia kaya dan beragam budaya dan bahasa daerah. Tentu hal ini membuat kita wajib melestarikan budaya dan bahasa lokal sebagai kekayaan budaya nasional. Struktur Kurikulum yang disusun oleh Pemerintah dalam Kurikulum Merdeka mulai dari Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah memuat 72 jam pelajaran per tahun atau 2 jam pelajaran per minggu. Akan tetapi Kementerian Pendidikan tidak memuat pedoman kurikulum. Hal ini menyebabkan pelaksanaan muatan lokal Budaya Batak Toba tidak maksimal karena tidak ada rambu-rambu pelaksanaan yang baku. c. Lokal Sekolah menjadi ujung tombak dalam mengimplementasikan pendidikan budaya Batak Toba belum optimal dilaksanakan. Permasalahan di Tapanuli Utara terkait dengan muatan lokal budaya Batak Toba antara lain: 1. Sekolah jenjang PAUD, SD dan SMP belum mempunyai Pedoman Kurikulum Muatan Lokal Budaya Batak Toba yang baku dan legal sesuai dengan perundang-undangan. Materi ajar yang ada masih bersifat batasan yang belum berdasar sesuai dengan karakteristik siswa. 2. Guru tidak bisa melakukan pembelajaran secara terarah dan sistematis karena belum pernah mendapatkan bimbingan teknis mengajarkan budaya Batak Toba di kelas. 3. Buku ajar dan media pembelajaran yang terbatas karena tidak tersedianya pedoman kurikulum Muatan Lokal Budaya Batak Toba. 4. Banyaknya generasi muda Batak Toba yang tidak dapat berbahasa Batak usia 5 tahun ke atas, hal ini terlihat dalam percakapan sehari-hari antara orang tua dan anak, serta pergaulan anak itu sendiri. 5. Kurangnya festival atau pertunjukan budaya Batak Toba yang dapat memacu generasi muda untuk berkarya sesuai dengan Budaya Batak Toba. 6. Pemahaman adat istiadat dan tradisi Batak Toba seperti adat istiadat, aksara Batak Toba, filosofi, musik tradisional, ulos atau pakaian tradisional, makanan khas dan kearifan lokal lainnya. 7. Integrasi teknologi dalam pemanfaatan dan pelestarian Bahasa Batak Toba 4. Metode Pembaharuan 1) Sebelum Penerapan Bahasa dan budaya Batak Toba mulai ditinggalkan generasi muda. Anak PAUD, SD dan SMP sudah tidak dapat berbahasa Batak Toba. Mereka tidak lagi mengenal Bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar. Budaya Batak Toba seperti aksara, musik, tortor, lagu, makanan khas dan kearifan lokal lainnya tidak lagi dikenal dengan baik. Hal ini karena sekolah sebagai garda terdepan tidak dapat melakukan pembelajaran dengan maksimal karena tidak adanya pedoman kurikulum muatan lokal. Hal ini menjadi kegelisahan Pemerintah Daerah Tapanuli Utara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat sebuah inovasi. Terkait dengan itu, maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan melakukan rapat kedinasan untuk membuat rancangan inovasi ini. Dalam rapat ini mengikutkan unsur-unsur terkait seperti tim dinas, pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru dari jenjang PAUD, SD dan SMP. Dari hasil rapat maka dilakukan beberapa hal seperti:
? Penganggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ? Pembentukan Tim Inovasi IMATUTU. ? Pembentukan pengembang pedoman Kurikulum Muatan Lokal dan penyusunan materi pembelajaran yang komunikatif, kontekstual dan aplikatif. ? Membuat Peraturan Bupati tentang implementasi Budaya Batak Toba dalam Kurikulum Muatan Lokal. ? Melakukan kunjungan, studi banding dan komunikasi ke Pusat Kurikulum, Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Kabupaten Deli Serdang, BPMP Sumatera Utara, Akademisi Universitas Tapanuli Utara, tokoh budaya dari Balai Bahasa Sumatera Utara, dan tokoh budaya di Tapanuli Utara. ? Mengadakan Forum FGD (Focus Group Discussion) ? Melakukan sosialisasi kepada Pengawas, Kepala Sekolah jenjang PAUD, SD dan SMP. ? Melakukan Bimbingan Teknis kepada guru muatan lokal dari jenjang PAUD, SD dan SMP ? Menentukan sekolah sebagai pilot project sebanyak 506 sekolah dari 708 sekolah 2) Setelah Penerapan Setelah penerapan Inovasi IMATUTU di sekolah, maka banyak peningkatan yang didapatkan antara lain: ? Guru mudah menggunakan pedoman kurikulum muatan lokal karena sudah dibekali saat bimbingan teknis. ? Guru dan siswa berbahagia karena dapat mengalami pembelajaran yang terarah dan sistematis sehingga minat siswa belajar budaya Batak Toba dapat meningkat. ? Pembuatan RPP (Rencana Perencanaan Pembelajaran) sudah memuat capaian pembelajaran yang baku sesuai dengan pedoman kurikulum muatan lokal. ? Pembelajaran Budaya Batak Toba sudah sistematis sesuai karakteristik siswa jenjang PAUD, SD dan SMP. ? Materi pembelajaran sesuai dengan tahap perkembangan siswa dari jenjang PAUD, SD dan SMP ? Sekolah yang menjadi pilot project telah berhasil menerapkan budaya Batak Toba dalam pembelajaran. ? Meningkatnya keterampilan siswa dalam pengaplikasian budaya batak toba seperti: marturasi (berpidato), martorsa/marturiturian (bercerita/berdongeng), marumpasa (berpantun), dan menulis dan membaca aksara Batak Toba ? Orang Tua, Komite Sekolah merasakan manfaat dari Inovasi IMATUTU. 5. Keunggulan dan Kebaruan 1. Inovasi IMATUTU sebagai implementasi Budaya Batak Toba dalam Kurikulum Muatan Lokal jenjang PAUD, SD dan SMP satu-satunya dan yang pertama di kabupaten- kabupaten kawasan Danau Toba di Sumatera Utara. 2. Menjadi acuan dari kabupaten/kota di Sumatera Utara dibuktikan dengan banyaknya Kabupaten/Kota yang melakukan studi tiru terhadap inovasi ini 3. Menjadi Pedoman Kurikulum muatan lokal yang baku sesuai dengan tuntutan kurikulum nasional . |